Basis Mandiri
Minggu, 25 September 2011
Kamis, 25 Agustus 2011
Pantai Karang Taraje, Pantai Selatan Kabupaten Lebak
Keindahan Pantai Selatan Kabupaten Lebak tidak kalah menarik dengan Pantai Selatan di Pulau Jawa. Pantai yang membentang sepanjang 70 kilometer di bibir Laut Samudera Hindia ini berpotensi menjadi daya tarik wisatawan dan turis asing.
Beberapa lokasi wisata pantai di Lebak Selatan salah satunya adalah Pantai Karang Taraje di Desa Darmasari, Kecamatan Bayah. Kondisi alamnya masih asli. Hal itu terlihat dari kondisi air laut yang jernih dari Laut Samudera Hindia yang biru membentang luas sejauh mata memandang. Jarang ditemukan sampah-sampah plastik.
Ditambah dengan karang-karang yang berjajar mirip dengan tangga di bibir pantai, menghiasi panorama pantai dan menjadikan setiap orang yang melihatnya merasa takjub. Karang mirip tangga ini yang kemudian menurut cerita masyarakat sekitar, dijadikan nama kampung di daerah tersebut, juga menjadi nama lokasi pantai di sana, yaitu Karang Taraje (tangga).
Kemudian pohon-pohon besar yang menjalar ke arah pesisir sangat cocok untuk berteduh para pengunjung sembari bersantai menikmati keindahan sekitar pantai.
Namun, semua keindahan itu tidak didukung dengan perawatan dan pengelolaan yang baik. Terlihat dari ranting dan dedaunan yang berserakan, membuat kenyaman para pengunjung agak terganggu. Kecantikan alamnya yang masih asri ini sayangnya telantar begitu saja. Pihak pengelola pantai terutama pemerintah tidak mengelola pantai dengan baik, hal tersebut terlihat dari fasilitas umum dan infrastruktur pendukung potensi pantai minim. Fasilitas umum yang ada pun dibiarkan rusak karena tidak ada perbaikan.
Menurut salah seorang pengunjung lokal, warga Cimangpang, Panggarangan, Aziz Hakim, yang kebetulan sedang menikmati keindahan pantai bersama keluarganya, menyayangkan kondisi pantai yang kurang terawat terutama fasilitas umum yang menjadi kebutuhan pengunjung.
Padahal, menurutnya, bila potensi wisata pantai tersebut dikelola dengan baik, hal tersebut bisa menjadi sarana promosi daerah kepada masyarakat yang lebih luas, untuk datang ke daerah Lebak Selatan. “Coba kalau dikelola dengan baik, bisa mendatangkan PAD yang besar bagi daerah,” ujarnya.
Lanjut Aziz, akses jalan ke lokasi wisata pantai pun tidak mendukung, karena saat ini jalan yang akan dilalui dari arah Jakarta atau Bogor rusak parah. Jalan Raya Saketi–Malingping sepanjang 57 kilometer itu kondisinya 70 persen tidak terawat dan memprihatinkan. Sangat ironis mengingat status jalan ini adalah jalan negara yang dipelihara Pemprov Banten. Seolah mereka tidak bertanggung jawab atas perawatan dan perbaikan jalan.
“Nyaris sepanjang jalan tersebut tanpa pemandangan berarti. Yang dirasakan hanya hamparan aspal/beton yang rusak seperti kubangan kerbau. Saya menyayangkan daerah Banten Selatan menjadi terisolir dan terabaikan potensi wisatanya,” ujarnya.
Ditemui di tempat yang sama, Ujang Rahmat, penjaga warung nasi di sekitar lokasi wisata, yang merupakan warung satu-satunya di lokasi tersebut yang menyediakan nasi, ikan bakar, sate kambing, dan sate ayam. Ia mengatakan, kondisi yang sepi pengunjung membuat warungnya lambat berkembang. Omzet yang diperoleh hanya sekadarnya saja. “Ya, mungkin jika pantai ini dikelola dengan baik pengunjung juga bisa banyak, dan bisa menghidupkan pedagang di sini,” ujarnya.
Kata Ujang, sebenarnya kalau waktu libur seperti Sabtu dan Minggu, pengunjung biasanya banyak datang ke lokasi wisata itu. Mereka ada yang dari luar daerah, misalnya dari Jakarta, Bogor, Sukabumi, dan Tangerang. Namun para pengunjung membawa makanan sendiri, karena menyangka di lokasi wisata barang-barang yang dijual jauh lebih mahal. “Padahal tidak semua begitu. Walaupun banyak pengunjung, tetap saja kurang berpengaruh pada omzet penjualan,” ujarnya.
Di Pantai Karang Taraje, pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bayah membangun sebuah musola. Ini sebagai upaya MUI untuk memberikan sarana tempat ibadah bagi pengunjung.
Mafratin, penjaga penginapan milik Disporabudpar Kabupaten Lebak di lokasi wisata Pantai Karang Taraje mengatakan, MUI Bayah dan masyarakat gerah karena pantai ini kerap dijadikan sebagai tempat hiburan malam. Mendapati kenyataan itu, para ulama di MUI akhirnya membangun musola dan mengambil alih pengelolaan pantai dengan melibatkan panitia peringatan hari besar Islam (PHBI).
“Masyarakat dan MUI Bayah hanya membangun sarana ibadah berupa musola di lokasi wisata, namun tidak ada perawatan yang intens sehingga kondisinya kotor. Tidak ada fasilitas MCK (mandi, cuci, dan kakus), dan yang ada sudah pada rusak,” ujarnya.
Kata Mafratin, sebenarnya lokasi Pantai Karang Taraje sudah lama terkenal dibanding pantai lainnya yang ada di Banten, seperti Pantai Bagedur di Kecamatan Wanasalam. Saat ini memang pengunjung lebih banyak berkunjung ke Pantai Sawarna di Desa Sawarna. Yang menarik dari pantai tersebut adalah daerahnya yang menjorok ke laut, ditambah dengan adanya karang yang mirip layar perahu, yang kemudian disebut Pantai Tanjung Layar.
Pantai Tanjung Layar itu memang masih terbilang baru, namun keramaiannya mengalahkan Pantai Karang Taraje. Itu terjadi karena potensi pantai Karang Taraje yang lebih dulu dikenal tidak dikelola dengan baik dan nyaris terabaikan. “Tidak ada perhatian dari pemerintah untuk mengembalikan potensi wisata yang besar ini. Saya berharap pemerintah segera memperbaiki fasilitas umum yang sudah rusak dan hancur, agar pantai ini terlihat hidup lagi,” katanya.
Di tempat berbeda, Ketua MUI Kabupaten Lebak KH Satibi Hambali mengatakan pengelolaan objek wisata Pantai Karang Taraje oleh MUI Bayah bukan se-izin organisasi yang dipimpinnya. Tetapi kesepakan unsur musyawarah pimpinan kecamatan (Muspika) daerah setempat yang tujuannya untuk mencegah penyalahgunaan objek wisata oleh pengunjung.
Satibi menilai, pengelolaan objek wisata pantai Karang Taraje oleh MUI Kecamatan Bayah positif. Kata dia, tidak dikeluarkannya rekomendasi bukan berarti pengurus MUI kabupaten menolak atau tidak setuju dengan kegiatan pengurus MUI Kecamatan Bayah yang telah mengelola objek wisata pantai tersebut. “Saya belum pernah menemukan adanya larangan bagi pengurus MUI untuk mengelola objek wisata. Tetapi sebaliknya menurut saya upaya itu diharuskan demi terciptanya objek wisata pantai yang islami seperti dimunculkan budaya-budaya Islam, tersedianya masjid dan fasilitas islami lain untuk pengunjung beragama Islam,” paparnya.
Beberapa lokasi wisata pantai di Lebak Selatan salah satunya adalah Pantai Karang Taraje di Desa Darmasari, Kecamatan Bayah. Kondisi alamnya masih asli. Hal itu terlihat dari kondisi air laut yang jernih dari Laut Samudera Hindia yang biru membentang luas sejauh mata memandang. Jarang ditemukan sampah-sampah plastik.
Ditambah dengan karang-karang yang berjajar mirip dengan tangga di bibir pantai, menghiasi panorama pantai dan menjadikan setiap orang yang melihatnya merasa takjub. Karang mirip tangga ini yang kemudian menurut cerita masyarakat sekitar, dijadikan nama kampung di daerah tersebut, juga menjadi nama lokasi pantai di sana, yaitu Karang Taraje (tangga).
Kemudian pohon-pohon besar yang menjalar ke arah pesisir sangat cocok untuk berteduh para pengunjung sembari bersantai menikmati keindahan sekitar pantai.
Namun, semua keindahan itu tidak didukung dengan perawatan dan pengelolaan yang baik. Terlihat dari ranting dan dedaunan yang berserakan, membuat kenyaman para pengunjung agak terganggu. Kecantikan alamnya yang masih asri ini sayangnya telantar begitu saja. Pihak pengelola pantai terutama pemerintah tidak mengelola pantai dengan baik, hal tersebut terlihat dari fasilitas umum dan infrastruktur pendukung potensi pantai minim. Fasilitas umum yang ada pun dibiarkan rusak karena tidak ada perbaikan.
Menurut salah seorang pengunjung lokal, warga Cimangpang, Panggarangan, Aziz Hakim, yang kebetulan sedang menikmati keindahan pantai bersama keluarganya, menyayangkan kondisi pantai yang kurang terawat terutama fasilitas umum yang menjadi kebutuhan pengunjung.
Padahal, menurutnya, bila potensi wisata pantai tersebut dikelola dengan baik, hal tersebut bisa menjadi sarana promosi daerah kepada masyarakat yang lebih luas, untuk datang ke daerah Lebak Selatan. “Coba kalau dikelola dengan baik, bisa mendatangkan PAD yang besar bagi daerah,” ujarnya.
Lanjut Aziz, akses jalan ke lokasi wisata pantai pun tidak mendukung, karena saat ini jalan yang akan dilalui dari arah Jakarta atau Bogor rusak parah. Jalan Raya Saketi–Malingping sepanjang 57 kilometer itu kondisinya 70 persen tidak terawat dan memprihatinkan. Sangat ironis mengingat status jalan ini adalah jalan negara yang dipelihara Pemprov Banten. Seolah mereka tidak bertanggung jawab atas perawatan dan perbaikan jalan.
“Nyaris sepanjang jalan tersebut tanpa pemandangan berarti. Yang dirasakan hanya hamparan aspal/beton yang rusak seperti kubangan kerbau. Saya menyayangkan daerah Banten Selatan menjadi terisolir dan terabaikan potensi wisatanya,” ujarnya.
Ditemui di tempat yang sama, Ujang Rahmat, penjaga warung nasi di sekitar lokasi wisata, yang merupakan warung satu-satunya di lokasi tersebut yang menyediakan nasi, ikan bakar, sate kambing, dan sate ayam. Ia mengatakan, kondisi yang sepi pengunjung membuat warungnya lambat berkembang. Omzet yang diperoleh hanya sekadarnya saja. “Ya, mungkin jika pantai ini dikelola dengan baik pengunjung juga bisa banyak, dan bisa menghidupkan pedagang di sini,” ujarnya.
Kata Ujang, sebenarnya kalau waktu libur seperti Sabtu dan Minggu, pengunjung biasanya banyak datang ke lokasi wisata itu. Mereka ada yang dari luar daerah, misalnya dari Jakarta, Bogor, Sukabumi, dan Tangerang. Namun para pengunjung membawa makanan sendiri, karena menyangka di lokasi wisata barang-barang yang dijual jauh lebih mahal. “Padahal tidak semua begitu. Walaupun banyak pengunjung, tetap saja kurang berpengaruh pada omzet penjualan,” ujarnya.
Di Pantai Karang Taraje, pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bayah membangun sebuah musola. Ini sebagai upaya MUI untuk memberikan sarana tempat ibadah bagi pengunjung.
Mafratin, penjaga penginapan milik Disporabudpar Kabupaten Lebak di lokasi wisata Pantai Karang Taraje mengatakan, MUI Bayah dan masyarakat gerah karena pantai ini kerap dijadikan sebagai tempat hiburan malam. Mendapati kenyataan itu, para ulama di MUI akhirnya membangun musola dan mengambil alih pengelolaan pantai dengan melibatkan panitia peringatan hari besar Islam (PHBI).
“Masyarakat dan MUI Bayah hanya membangun sarana ibadah berupa musola di lokasi wisata, namun tidak ada perawatan yang intens sehingga kondisinya kotor. Tidak ada fasilitas MCK (mandi, cuci, dan kakus), dan yang ada sudah pada rusak,” ujarnya.
Kata Mafratin, sebenarnya lokasi Pantai Karang Taraje sudah lama terkenal dibanding pantai lainnya yang ada di Banten, seperti Pantai Bagedur di Kecamatan Wanasalam. Saat ini memang pengunjung lebih banyak berkunjung ke Pantai Sawarna di Desa Sawarna. Yang menarik dari pantai tersebut adalah daerahnya yang menjorok ke laut, ditambah dengan adanya karang yang mirip layar perahu, yang kemudian disebut Pantai Tanjung Layar.
Pantai Tanjung Layar itu memang masih terbilang baru, namun keramaiannya mengalahkan Pantai Karang Taraje. Itu terjadi karena potensi pantai Karang Taraje yang lebih dulu dikenal tidak dikelola dengan baik dan nyaris terabaikan. “Tidak ada perhatian dari pemerintah untuk mengembalikan potensi wisata yang besar ini. Saya berharap pemerintah segera memperbaiki fasilitas umum yang sudah rusak dan hancur, agar pantai ini terlihat hidup lagi,” katanya.
Di tempat berbeda, Ketua MUI Kabupaten Lebak KH Satibi Hambali mengatakan pengelolaan objek wisata Pantai Karang Taraje oleh MUI Bayah bukan se-izin organisasi yang dipimpinnya. Tetapi kesepakan unsur musyawarah pimpinan kecamatan (Muspika) daerah setempat yang tujuannya untuk mencegah penyalahgunaan objek wisata oleh pengunjung.
Satibi menilai, pengelolaan objek wisata pantai Karang Taraje oleh MUI Kecamatan Bayah positif. Kata dia, tidak dikeluarkannya rekomendasi bukan berarti pengurus MUI kabupaten menolak atau tidak setuju dengan kegiatan pengurus MUI Kecamatan Bayah yang telah mengelola objek wisata pantai tersebut. “Saya belum pernah menemukan adanya larangan bagi pengurus MUI untuk mengelola objek wisata. Tetapi sebaliknya menurut saya upaya itu diharuskan demi terciptanya objek wisata pantai yang islami seperti dimunculkan budaya-budaya Islam, tersedianya masjid dan fasilitas islami lain untuk pengunjung beragama Islam,” paparnya.
Langganan:
Postingan (Atom)